MORFOLOGI
BAHASA INDONESIA
1. Hakikat
Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari
kata morf yang berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara
harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk”. Di dalam kajian
linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata.
Kalau dikatakan morfologi membicaran bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka
semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan
jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan
melibatkan pembicaraan mengenai komponen unsur pembentukan kata itu, yaitu
morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses
pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses
afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui
proses reduplikasi , penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses
komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah
terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu
tindak pertuturan.
2. Morfologi
dalam Linguistik
Di
dalam hierarki linguistik, kajian morfologi berada di antara kajian fonologi
dan sintaksis seperti tampak pada bagan pada berikut ini
|
Wacana
|
|
Sintaksis
|
|
Morfologi
|
|
Fonologi
|
Sebagai
kajian yang terletak di antara kajian fonologi dan sintaksis, maka kajian
morfologi itu mempunyai kajian baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis.
Keterkaitannya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut
morfonologi atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan
fonem akibat adanya proses morfologi. Lalu keterkaitan antara morfologi dengan
sintaksis tampak dengan adanya kajian yang disebut dengan morfosintaksi (dari
gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena adanya masalah
morfologi yang perlu dibicarakan bersama dengan masalah sintaksis. Misalnya,
satuan bahasa yang disebut kata , dalam kajian morfologi merupakan satuan
terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksi merupakan satuan terkecil dalam pembentukan
kaliat atau satuan sintaksis lainnya. Jadi, satuan bahasa yang disebut kata itu
menjadi objek kajian morfologi dan kajian sintaksis. Dalam bagan berikut dapat
dilihat kedudukan kata dalam keseluruhan objek kajian linguistik.
|
Wacana
|
|
Kalimat
|
|
Klausa
|
|
Frasa
|
|
Kata
|
|
Morfem
|
|
Fonem
|
|
Fon
|
Keterangan singkat
Wacana adalah satuan bahasa terbesar dan
tertinggi, yang berisi satu satuan ujaran yang lengkap dan utuh, dan dibangun
oleh kalimat atau kalimat-kalimat yang dihubungkan secara kohesi dan koherensi
(Kridalaksana, 1977).
Kalimat adalah satuan sintaksis yang dibangun
oleh konsisten dasar (biasanya berupa klausa), dilengkapi dengan konjungsi,
disertai dengan intonasi final (deklaratif, interogratif, imperatif,
interjektif).
Klausa adalah satuan sintaksis yang berinti
adanya sebuah predikat dan adanya fungsi lainnya. Maka sering dikatakan klausa
adalah kontruksi yang bersifat predikatif. Frase adalah satuan sintaksis berupa
kelompok kata yang posisinya tidak melewati
batas fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, keterangan).
Kata dalam sintaksi adalah satuan terkecil
yang biasa dan dapat menduduki salaah satu fungsi sintaksis (subjek, predikat,
objek atau keterangan), dalam morfologi merupakan satuan terbesar, dibentuk
melalui salah satu proses morfologi.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil
bermakna (secara inheren).
Fonem adalah satuan bunyi terkecil (dalam
kajian fonologi yang dapat membedakan makna kata).
Fon adalah satuan bunyi bahasa yang dilihat
tanpa memperhatikan statusnya sebagai pembeda makna kata (dalam kajian
fonetik).
3. Objek
Kajian Morfologi
Objek kajian
morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses morfologi, dan alat-alat dalam
proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah (1)morfem(akar atau afiks) dan
(2) kata . Lalu proses morfologi melibatkan komponen (1) dasar (bentuk dasar),
(2) alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi akrominisasi, dan konversi).
(3) Makna gramatikal.
Dalam proses
morfologi, dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologi.
Dasar ini dapat berupa bentuk polimorfemis(bentuk berimbuhan, bentuk ulang,
atau bentuk gabungan). Alat pembentukan
kata dapat berupa afiks daalam proses afiksasi, dapat berupa pengulangan dalam
proses reduplikasi, dan berupa penggabungan dalam proses komposisi.
Makna gramatikal
adalah makna yang muncul dalam proses gramatika. Makna gramatika. Makna
gramatikal ini biasa didikotomikan
dengan makna leksikal, yakni makna yang secara inteheren dimiliki oleh
sebuah leksem. Makna gramatikal ini mempunyai hubungan dengan komponen makna
leksikal setiap dasar (akar).
4. Morfem
Satuan bahasa merupakan komposit
antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk menetapkan sebuah bentuk adalah
morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal
berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu .
a. Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki
makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiga
kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
- Bulan depan dia akan menikah.
- Sudah tiga bulan dia belum bayar SPP.
- Bulan November lamanya 30 hari.
b. Dua bentuk yang sama atau lebih bila
memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata
bunga pada kedua kalimat berikut adaah dua buah morfem yang berbeda.
- Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per
tahun.
- Dia datang membawa seikat bunga.
c. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi
memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata
ayah dan kata bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
- Ayah pergi ke Medan.
- Bapak baru pulang dari Medan.
d. Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit)
tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat
dijelaskan secara fonologis. Umpamanya, bentuk-bentuk me-, mem-, men-, meny-,
meng-, dan menge- pada kata-kata berikut sebuah morfem yang sama.
-melihat
-membina
-mendengar
5. Alomorf
dan Morf
Morfem sebenarnya
merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang
ada dalam pertuturan adalah alomorf, yang tidak lain dari realisasi dari morfem
itu. Jadi, sebagai realisasi dari morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ada.
Umpamanya morfem (kuda) direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan
morfem (-kan) direalisasikan dalam bentuk sufiks –kan seperti terdapat pada
meluruskan dan membacakan.
Pada umumnya sebuah
orfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga morfem yang direalisasikan
dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem (ber-) memiliki tiga bentuk
alomorf, yaitu ber-, be-, dan bel-, seperti terdapat pada bagan berikut.
|
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh
(pada kata)
|
|
Ber-
|
Ber-,
be-,
bel
|
Bertemu,
berternak,
belajar.
|
Malah
morfem (me-) memiliki enam buah alomorf, seperti tampak pada bagan berikut.
|
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh
(pada kata)
|
|
|
Me-
|
Me-
|
Melihat,
merawat
|
|
|
|
Mem-
|
Membaca,
membawa
|
|
|
|
Men-
|
Menduga,
mendengar
|
|
|
|
Meny-
|
Menyisir,
menyusul
|
|
|
|
Meng-
|
Menggali,
mengebor
|
|
|
|
Menge-
|
Mengecat,
mengetik
|
|
Di samping istilah morfem dan
alomorf ada pula istilah morf. Dalam kajian morfologi, morf berarti bentuk yang
belum diketahui statusnysa, apakah sebagai morfem atau sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya wujud fisik
morf sama dengan wujud fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan “abstraksi”
dari alomorf atau alomorf-alomorf yang ada.
6. Jenis
Morfem
Dalam
kajian morfologi biasanya dibedakan adanya beberapa morfem berdasarkan kriteria
tertentu, seperti kriteria kebebasan, keutuhan, makna, dan sebagainya. Berikut
akan dijelaskan tentang jenis-jenis morfem itu.
A.
Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan
dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem
yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam
pertuturan. Misalnya, morfem (pulang), (merah), dan (pergi). Morfem bebas ini
tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus
terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam
pertuturan. Dalam hal ini, semua afiks dalam
bahasa Indonesia termasuk orfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem
terikat yang berupa morfem dasar, seperti (henti), (juang), (geletak). Untuk
dapat digunakan ketiga morfem tersebut harus terlebih dahulu diberi afiks atau
digabung dengan morfem lain. Misalnya (juang) menjadi berjuang, pejuang, dan
daya juang.
B.
Berdasarkan keutuhan bentuknya dibedakan adanya morfem utuh dan morfem terbagi.
Morfem utuh secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar,
baik bebas maupun terikat, setra prefiks, infiks, dan sufiks termasuk morfem
utuh. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya
terbagi atau disisipi morfem lain. Karenanya semua konfiks (seperti pe-an,
ke-an, dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
C.
Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata, dibedakan morfem
dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi dasar
dalam suatu proses morfologi. Misalnya, morfem (beli), (makan), dan (merah).
Namun, perlu dicatat bentuk dasar yang termasuk kategori preposisi dan
konjungsi tidak pernah mengalami proses afiksasi. Sedangkan , yang tidak dapat
menjadi dasar, melainkan sebagai pembentuk disebut morfem afiks, seperti morfe
(me), (-kan), dan (pe-an).
D.
Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya dibedakan adanya morfem segmental dan
mofem suprasegmental atau nonsegmental. Morfem segmental adalah morfem yang
dibentuk oleh fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyidan dapat
disegmentasikan. Misalnya morfem (lihat), (ter-), (sikat), dan (lah). Sedangkan
morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk dari nada, tekanan, durasi ,
dan intonasi.
E.
Berdasarkan kehadirannya secara konkret dibedakan adanya morfem wujud dan
morfem tanwujud. Yang dimaksud dengan morfem wujud adalah morfem yang secara
nyata ada, tetapi yang tanwujud kehadirannya tidak nyata. Morfem tanwujud ini
tidak ada dalam bahasa Indonesia tetapi ada dalam bahasa Inggris.
F. Berdasarkan
ciri semantik dibedakan adanya morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna
leksikal. Sebuah morfem disebut morfem bermakna leksikal karena di dalam
dirinya, secara inheren, telah memiliki makna. Semua morfem dasar bebas seperti
makan, pulang, dan pergi termasuk morfem bermakna leksikal. Sebaliknya , morfem
afiks seperti ber-, ke-, dan ter- termasuk morfem tak bermakna leksikal. Kalau
morfem bermakna leksikal dapat langsung menjadi unsur dalam pertuturan, maka
morfem tidak bermakna leksikal tidak dapat.
7. Proses Morfologi
Proses
morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam bentuk komposisi), pemendekan (dalam bentuk
akrominisas), dan penggabungan status (dalam proses konversi. Proses morfologi
melibatkan komponen sebagai berikut.
a.
Bentuk
Dasar
Bentuk dasar adalah
bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu.Bentuk dasar itu dapat
berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan
berjuang. Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar seperti akar
rumah pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi, dan akar
marah pada kata marah-marah. dapat juga berupa kata berimbuhan seperti menembak
pada kata menembak-nembak. Dapat juga pada imbuhan gabung seperti rumah sakit
pada kata rumah-rumah sakit, dan anak nakal pada kata anak-anak nakal. Dalam
proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate padang, dan
sate lontong.
b.
Pembentukan
Kata
Komponen kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentukan kata.
Sejauh ini alat pembentuk dalam proses morfologi adalah (a) afiks dalam bentuk
afiksasi, (b) pengulangan dalam proses reduplikasi, (c) penggabungan dalam
bentuk komposisi, (d) pemendekan atau penyingkatan dalam proses akronimisasi,
dan (e) pengubahan status dalam proses konversi.
Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga
hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me-
sehingga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif; pada
dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intrasitif
berjuang.
Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan
atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses
pembubuhan sufiks dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks.
c.
Hasil
Proses Pembentukan
Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu
bentuk dan makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang
berkaitan erat ; bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal adalah
isi dari wujud fisik atau bentuk itu.
Wujud fisik dari hasil proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut
juga kata berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses
reduplikasi adalah kata ulang, atau disebut juga dengan bentuk ulang. wujud
fisik dari hasil proses komposisi adalah kata gabung disebut juga gabungan
kata, kelompok kata, atau kata majemuk.
d.
Makna
Gramatikal
Dalam kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal, makna
gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal. tiga yang pertama dilihat
dari tahap penggunaan bahasa; sedangkan yang keempat dilihat sebagai kekhususan
dalam penggunaan bahasa.
e.
Tahap
pembentukan
Berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan
setahap, bertahap, dan melalui bentuk perantara.
·
Pembentukan
setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfem dasar. Dalam
proses afiksasi, misalnya, pengimbuhan prefiks me- pada bentuk dasar beli
menjadi kata membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada bentuk dasar air
menjadi berarir; dan pada pengimbuhan se- pada bentuk kelas menjadi kata
sekelas.
·
Pembentukan
bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa
bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata
berulang, maupun kata gabung). Maksudnya, pembentukan bertahap ini terjadi pada
dasar yang sudah merupakan hasil dari proses pembentukan sebelumnya. Misalnya
kata berpakaian dibentuk dengan mengimbuhkan prefiks ber- pada dasar pakaian
(yang terlebih dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar
pakai).
·
Pembentukan
kata yang prosesnya melalui bentuk perantara adalah seperi terjadi dalam proses
pembentukan kata pengajar. secara kasat mata bentuk pengajar tampaknya dibentuk
dari dasar berupa akar ajar yang diberi proses prefiksasi pe-. Namun,
sebenarnya proses itu terjadi melalui bentuk kata mengajar sebab makna gramatikal
pengajar adalah yang mengajar.
8. Morfofonemik
Morfofonemik
(disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya
perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses
morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi.
Umpamanya, dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar hari akan muncul
bunyi [y], yang dalam ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan
dituliskan.
Hari +
an = [hariyan]
Contoh
lain, dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab akan terjadi
pergeseran letak bunyi [b] di belakang, membentuk suku kata baru.
ja.wab
+ an = [ja.wa.ban]
9. Klasifikasi
kata (1) kelas terbuka
·
Kriteria
Klasifikasi
Secara tradisional, dikenal adanya kata-kata
yang termasuk kelas verba, nomina, ajektifa, adverbia, numeralia, preposisi,
konjungsi, pronomina, artikula, dan interjeksi. Kalau disimak baik-baik dapat
dilihat bahwa kelas nomina, verba, dan ajektifa berisi konsep-konsep budaya,
yang merupakan makna leksikal dari kata-kata pada kelas itu. Adverbia membawa
makna atau konsep yang mendampingi kelas-kelas nomina, verba, dan ajektifa.
Kata-kata yang termasuk kelas numeralia membawa konsep-konsep hitungan, terutama
untuk kelas nomina dan juga adverbia. Kelas-kelas preposisi membawa komsep
perangkai antara verba dan nomina. sementara kelas konjungsi membawa konsep
makna penghubung anatara satuan kelas kelas nomina, antara satuan verba, dan
antara kelas ajektifa. Lalu kelas pronomina membawa konsep pengganti untuk
anggota kelas nomina. kemudian kelas yang anggotanya tidak banyak, yaitu
artikula, membawa konsep penentu dan pembentuk nomina. Sedangkan yang terakhir
interjeksi membawa konsep “emosi” manusia.
Setidaknya kalau kita membicarakan kelas kata
itu, pertama-tama harus dibedakan dulu antara kelas kata terbuka dan kelas
tertutup. Kelas-kelas terbuka dan kelas tertutup. Kelas-kelas terbuka adalah
kelas yang keanggotaannnya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan
dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu
bahasa.
Yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata
yang termasuk dalam kelas verba, nomina, dan adjektifa. Hal ini berbeda dengan
kelas tertutup, yaitu yang termasuk pronomina, adverbia, preposisi, konjungsi,
dan artikula. Secara lebih khusus ketiga kelas terbuka di atas akan dibicarakan
pada subbab berikut.
a.
Nomina
Ciri utama nomina atau kata benda dilihat
dari adverbia pendampingnya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
Pertama, tidak dapat didahului oleh adverbia
negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing,
meja, bulan, rumah, dan pensil adalah termasuk nomina karena tidak dapat
didahului oleh adverbia negasi tidak. Kedua, tidak dapat didahului oleh
adverbia derajat agak (lebih, sangat, paling). Ketiga, tidak dapat didahului
adverbia keharusan wajib. Keempat
dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah,
sebatang dan sebagainya.
b.
Verba
Ciri utama verba atau kata keja dilihat dari
adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas verba.
Pertama, dapat didampingi oleh adverbia
negasi tidak dan tanpa. Contoh :
-
tidak
datang
-
tidak
pulang
-
tanpa
makan
-
tanpa
membaca
Kedua, dapat didmpingi oleh semua adverbia
frekuensi seperti :
-
sering
datang
-
jarang
makan
-
kadang-kadang
pulang
Ketiga, tidak dapat didampingi oleh kata
bilangan dengan penggolongannya, Misalnya :
-
sebuah
*membaca
-
dua
butir *menulis
-
tiga
butir *pulang
Namun dapat didampingi oleh semua adverbia
jumlah. Seperti :
-
kurang
membaca
-
sedikit
menulis
Keempat, tidak dapat didampingi oleh adverbia
derajat. Contohnya :
-
agak
*pulang
-
cukup
*datang
Kelima, dapat didampingi oleh semua adverbia
kala (tenses). Contoh :
-
sudah
makan
-
sedang
mandi
Keenam, dapat didampingi oleh semua adverbia
keselesaian. Contohnya :
-
belum
mandi
-
baru
datang
Ketujuh, dapat didampingi oleg adverbia
keharusan. Contohnya :
-
boleh
mandi
-
harus
pulang
Kedelapan, dapat didampingi oleh semua
anggota adverbia kepastian. Contohnya :
-
pasti
datang
-
tentu
pulang.
c.
Adjektifa
Ciri utama adjektifa atau kata keadaan dari
adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas
adjektifa.
Pertama, tidak dapat didampingi oleh adverbia
frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang. Jadi, tidak mungkin ada.
-
*sering
indah
-
*jarang
tinggi
Kedua, tidak dapat didampingi oleh adverbia
jumlah. Jadi tidak ada.
-
*banyak
bagus
-
*sedikit
baru
Ketiga, dapat didampingi oleh semua adverbia
derajat. Contohnya :
-
agak
tinggi
-
cukup
mahal
Keempat, dapat didampingi oleh adverbia
kepastian pasti, tentu, mungkin, dan
barangkali. Umpamanya :
-
pasti
indah
-
tentu
baik
Kelima, tidak dapat diberi adverbia kala
(tenses) hendak dan mau. Jadi bentuk-bentuk tidak berterima.
-
*hendak
indah
-
*mau
tinggi
10. Klasifikasi Kata (2) Kelas Tertutup
Kelas kata tertutup adalah kelas kata yang
jumlah keanggotaannya terbatas dan tidak tampak kemungkinan untuk bertambah
atau berkurang. Yang termasuk kelas kata tertutup adalah kelas-kelas adverbia,
kelas prepoisisi, kelas konjungsi, kelas artikula, dan kelas interjeksi.
a.
Adverbia
Dalam berbagai buku tata bahasa sekolah,
adverbia lazim disebut kata keterangan atau
kata keterangan tambahan. Fungsinya adalah menerangkan kata kerja, kata sifat,
dan jenis kata yang lainnya ; berbeda dengan ajektifa (yang lazim disebut kata
sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda. Adverbia inilah yang dijadikan
dasar kriteria untuk menentukan kata-kata berkelas nomina, verba, atau
adjektifa. Adverbia pada umumnya berupa bentuk dasar. Sedikit sekali yang
berupa kata bentukan. Yang berupa kata bentukan ini secara morfologi dapat
dikenali dari bentuknya yang :
(1) berprefiks se- seperti sejumlah, sebagian, seberapa, dan semoga
(2) berprefiks se- dengan reduplikasi, seperti sekali-kali, semena-mena
(3) berkonfiks se-nya, seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya,
sebisanya
(4) Berkonfiks se-nya disertai reduplikasi
seperti selambat-lambatnya,
secepat-cepatnya, dan sedapat-dapatnya.
b.
Pronomina
Pronomina lazim disebut kata ganti karena
tugasnya memang menggantikan nomina yang ada. Secara umum lazim dibedakan
adanya empat macam pronomina, yaitu (1) pronomina persona atau kata ganti diri,
(2) pronomina demontrativa atau kata ganti petunjuk, (3) pronomina introgativa
atau kata ganti tanya, dan (4) pronomina tak tentu.
-
Kata
Ganti Diri
Kata ganti diri adalah pronomina yang
menggantikan nomina orang atau yang diorangkan, baik berupa nama diri atau
bukan nama diri. Kata ganti diri ini biasanya dibedakan atas.
(1) Kata ganti diri orang pertama tunggal yaitu
saya dan aku ; orang pertama jamak yaitu kami dan kita.
(2) kata ganti diri oranf kedua tunggal, yaitu
kamu dan engkau; orang kedua jamak yaitu kalian dan kamu sekalian.
(3) kata ganti diri orang ketiga tunggal yaitu
ia, dia, dan nya ; orang ketiga jamak, yaitu mereka.
-
Kata ganti
penunjuk
Kata ganti penunjuk atau pronomina
demontratifa adalah kata ini dan itu yang digunakan untuk menggantikan nomina
(frase nominal atau lainnya) sekaligus dengan penunjukan.
-
Kata
ganti tanya
Kata ganti tanya atau pronomina interogatifa
adalah kata yang digunakan untuk bertanya atau menanyakan sesuatu (nomina atau
yang dianggap konstruksi nominal). Kata ganti tanya itu adalah apa, siapa, kenapa, mengapa, berapa,
bagaimana, dan mana.
-
Pronomina
tak tentu
Pronomina tak tentu atau kata ganti tak tentu
adalah kata-kata yang digunakan untuk mengganti nomina yang tidak tentu. Yang
termasuk kata ganti tak tentu adalah seseorang, salah seorang, siapa saja,
setiap orang, dan suatu.
11. Afiksasi
: Pembentukan Verba
Afiksasi
adalah salah satu proses dalam pembentukan kata turunan baik berkategori verba,
berktegori nomina maupun yang berkategori ajektiva. Afiks-afiks pembentuk verba
adalah :
a.
prefik
ber-
b.
konfik
dan klofiks ber-an
c.
klofik
ber-kan
d.
sufiks
–kan
e.
sufiks
–i
f.
prefiks
per-
g.
konfiks
per-kan
h.
konfiks
per-i
i.
prefik
me-
j.
prefik
di-
k.
prefiks
ter-
l.
prefiks
ke-
m.
konfiks
ke-an
I.
Verba
berprefiks ber-
Bentuk dasar dalam pembentukan verba dengan
prefiks ber- dapat berupa :
(1) Morfem dasar terikat, seperti terdapat pada
kata bertempur, berkelahi, berjuang, bertikai, dan berhenti. Bentuk dasarnya
yang berupa morfem dasar yang terikat : tempur, kelahi, juang, tikai, dan
henti.
(2) Morfem dasar bebas, seperti terdapat pada
kata berladang, berternak, bekerja, bernyanyi, dan bergaya. bentuk dasarnya
yang berupa morfem dasar bebas : ladang, ternak, kerja, nyani, dan gaya.
(3) Bentuk turunan berafiks, seperti terdapat
pada kata berpakaian (bentuk dasarnya pakaian), beraturan (bentuk dasarnya
aturan), dan berkekuatan (bentuk dasarnya kekuatan). jadi di sini prefiks ber-
diimbuhkan pada dasar yang telebih dahulu sudah diberi afiks lain.
(4) Bentuk turunan reduplikasi, seperti terdapat
pada kata berlari-lari (bentuk dasarnya lari-lari) dan berkeluh-keluh (bentuk
dasarnya keluh-keluh).
(5) Bentuk turunan reduplikasi, seperti terdapat
pada kata berjual beli (bentuk dasarnya jual beli).
Makna gramatikal verba berprefiks ber- yang
dapat dicatat, antara lain yang menyatakan :
(1) mempunyai (dasar) atau ada (dasar)nya.
(2) memakai atau menggunakan (dasar)
(3) mengendarai atau menumpang (naik) dasar.
(4) berisi atau mengandung (dasar).
(5) mengeluarkan atau menghasilkan (dasar)
(6) mengusahakan tau mengerjakan (dasar)
(7) melakukan (dasar)
(8) mengalami atau berada dalam keadaan (dasar).
(9) menyebut atau menyapa (dasar).
(10)
kumpulan
atau kelompok (dasar).
(11)
memberi
II.
Verba
berkonfiks dan berklofik Ber-an
Verba berbentuk ber-an seperti pada kata bermunculan dan berpakaian memiliki dua macam proses pembentukan. pertama, yang
berupa konfiks, artinya prefik ber- dan sufiks –an itu diimbuhkan secara
bersamaan sekaligus pada sebuah bentuk dasar. Kedua yang berupa klofiks artinya
prefiks ber- dan sufiks-an itu diimbuhkan secara bersaman pada sebuah dasar. Dalam
hal ini dalam bentuk dasar mula-mula diimbuhkan sufik –an baru kemuadian
diimbuhkan lagi prefiks ber-. kalau bentuk bermunculan
di atas kita ambil sebagai contoh verba berkonfiks dan bentuk berpakaian sebagai contoh verba
berklofiks. Makna gramatilal verba berkonfiks ber-an adalah :
(1). Banyak serta tidak teratur.
(2). Saling atau berbalasan.
(3). Saling berada di.
III.
Verba
Berkoflik Ber-kan
Verba
berkoflik ber-kan dibentuk dengan proses, mula-mula pada bentuk dasr diimbukan
prefiks ber-, lalu diimbukan pula sufiks –kan. Misalnya, mula-mula pada dasar
senjata diimbuhkan prefiks ber- menjadi bersenjata, lalu pada bersenjata
diimbukan sufiks –kan sehingga menjadi bersenjatakan. perhatikan contoh
berikut.
-
bersenjatakan bermakna menggunakan senjata akan (clurit)
-
berisikan bermakna mempunyai isi akan (air).
-
berdasarkan bermakna menggunakan dasar akan (Pancasila).
IV.
Verba
bersufiks -kan
Dalam prosesnya, sufiks –kan, bila diimbukan
pada dasar yang memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+sasaran) akan
membentuk verba bitransitif, yaitu verba yang berobjek dua. Bila diimbuhkan
pada dasar yang lain, sufiks –kan akan membentuk pangkal (stem) yang menjadi
dasar dalam pembentukan verba inflektif.
Verba bersufiks –kan digunakan dalam :
(1) Kalimat imperatif, Contoh :
-
Lemparkan
bola itu ke sini!
-
Tuliskan
namamu di sini!
-
Gunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar!
(2) Kalimat aktif yang predikatnya berpola :
(aspek) + (pelaku) + verba, dan subjeknya menjadi sasaran tindakan. Contoh :
-
Rumah
itu baru kami dirikan.
-
Jembatan
itu akan mereka robohkan.
-
Tugas
itu belum saya laksanakan.
(3) Keterangan tambahan pada subjek atau objek
yang berpola : yang + (aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-
Uang
yang baru kami terima sudah habis lagi.
-
Kami
melewati daerah yang sudah mereka amankan.
Verba bersufiks –kan memiliki makna
gramatikal :
(1) jadikan
(2) jadikan berada di
(3) lakukan untuk orang lain
(4) lakukan akan
(5) bawa masuk ke.
V.
Verba Bersufiks
–i
Verba bersufiks –i adalah verba transitif,
yang berlaku juga sebagai pangkal (stem) dalam pembentukan verba inflektif.
Verba bersufiks –i digunakan dalam :
(1) Kalimat imperatif. Contoh :
-
Tolong
gulai teh ini!
-
Mari
kita hampiri anak itu!
-
Lompati
saja pagar itu!
(2) Kalimat pasif yang predikatnya berpola :
Aspek+pelaku+verba, dan subjeknya menjadi sasaran perbuatan. Contoh :
-
Kemarin
beliau sudah kami hubungi.
-
Anak-anak
yatim itu harus kita santuni.
-
Gurumu
itu mesti kamu hormati dengan baik.
(3) Keterangan tambahan pada subjek atau objek
yang berpola : yang+aspek+pelaku+verba. Contoh :
-
Desa
yang akan kita kunjungi berad di balik bukit itu.
Verba bersufiks –i memiliki makna grmatikal :
1.
Berulang
kali.
2.
tempat.
3.
merasa
sesuatu pada.
4.
beri
atau bubuh pada.
5.
sebabkan
atau jadikan.
6.
lakukan
pada.
VI.
Verba
Berprefiks per-
Verba berprefiks per- adalah verba yang bisa
menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif. Verba berprefiks per- dapat
digunakan dalam :
(1) Kalimat imperatif, misalnya :
-
Persingkat
bicaramu!
-
perpanjang
dulu KTP-mu ini!
-
Perdalam
ilmumu!
(2) Kalimat pasif yang berpola :
Aspek+pelaku+verba. Misalnya :
-
penjagaan
akan kami perketat nanti malam.
-
syarat-syaratnya
harus kami perlunak untuk mereka.
(3) Keterangan tambahan pada subjek atau objek
yang berpola : yang+aspek+pelaku+verba. Misalnya :
-
saluran
yang telah kami perdalam kini telah dangkal lagi.
-
gubernur
akan meninjau bangunan yang baru kita perluas.
Verba berprefiks per- memiliki makna
gramatikal :
(1) jadikan lebih
(2) anggap sebagai
(3) bagi.
VII.
Verba
Berkofiks per-kan
Verba berkofiks per-kan adalah verba yang
bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me-,
berprefiks di- atau berprefiks ter-). Verba berkofiks per-kan digunakan dalam :
(1) Kalimat imperatif, misalnya :
-
persiapkan
dulu bahan-bahannya!
-
janagan
perdebatkan lagi masalah itu!
(2) Kalimat pasif yang predikatnya berpola :
(aspek)+ pelaku + verba. Contoh:
-
anak
itu akan kita pertemukan dengan orang tua angkatnya.
-
masalah
itu akan kami pertanyakan lagi.
(3) Keterangan tambahan pada subjek atau objel
yang berpola : yang + (aspek) + pelaku. Contoh :
-
tarian
yang sudah mereka pertunjukkan akan diulang lagi.
-
film
yang mereka hendak persembahkan perlu disensor dulu.
Verba berkonfiks per-kan memiliki makna
gramatikal :
(1) jadikan bahan (per-an)
(2) lakukan supaya.
(3) jadikan me-
(4) jadikan ber-.
VIII.
Verba
berkofiks per-i
Verba berkofik per-i adalah verba yang dapat
menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me- inflektif,
di- inflektif atau ter- inflektif). Verba berkonfiks per-kan digunakan dalam :
(1) Kalimat imperatif. Contoh :
-
perbaiki
dulu sepeda ini!
-
jangan
permalui dia di depan orang banyak.
(2) Kalimat pasif yang predikatnya berpola :
(aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-
mobil
itu baru kita perbaiki.
-
tanah
ini masih mereka persengketai.
(3) Keterangan tambahan pada subjek atau objek
yang berpola : yang + (aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-
rumah
yang baru kami perbaiki terkena gempa.
-
kasiha
sekali anak-anak mereka perdayai itu.
Verba per-i memiliki makna gramatikal :
(1) Lakukan supaya jadi.
(2) lakukan (dasar) pada objeknya.
IX.
Verba
Berprefiks me-
Prefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, men-,
meny, meng, dan menge-. Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila bentuk
dasarnya dimulai dengan fonem r, l, w, y, m, ny, ng. Contohnya sebagai berikut
:
|
Merakit
Melekat
Mewarisi
Meyakini
Memerah
Menanti
Menyanyi
Menganga
|
Merawat
Melongok
Mewasiatkan
Meyayasankan
Memulaskan
Menaiki
Menyala
Mengerikan
|
Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila
bentuk dasarnya dimulai dengan fonem b, p, f, dan v. Dengan catatan fonem b dan
v tetap berwujud, sedangkan fonem p tidak dapat diwujudkan, melainkan
disenyawakan dengan bunyi nasal dari prefiks itu. Contohnya sebagai berikut :
|
Membina
Memfitnah
Memveto
Memotong
|
Membawa
Memfrasekan
Memvitaminkan
Memutuskan
|
X.
Verba
berprefiks di-
Ada dua macam verba berprefiks di- inflektif
dan verba berprefiks di- derivatif.
a.
Verba
berprefiks di- inflektif adalah verba pasif. Tindakan dari verba berprefiks me-
inflektif. Maka makna gramatikalnya adalah kebalikan dari bentuk aktif verba
berprefiks me- inflektif.
b.
Verba
Berprefiks di- deriatif sejauh data yang diperoleh hanya ada kata dimaksud,
yang lain tidak ada.
XI.
Verba
berprefiks ter-
Ada dua macam verba berprefiks ter- yaitu
verba berprefiks ter- inflektif dan verba berprefiks ter- deriatif.
a.
Verba
berprefiks ter- inflektif
adalah verba pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif. Makna
gramatikal verba berprefiks ter- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif
keadaan dari verba berprefiks me- inflektif, juga memiliki makna gramatikal :
-
dapat/
sanggup
-
tidak
sengaja.
-
sudah
terjadi.
b.
Verba
berprefiks ter- derivatif
Verba berprefiks ter- derivatif memiliki makna gramatikal :
-
paling
-
dala
keadaan
-
terjadi
dengan tiba-tiba.
XII.
Verba
berprefiks ke-
Verba berprefiks ke- digunakan dala bahasa
ragam tidak baku. Fungsi dan makna gramatikalnya sepadan dengan verba
berprefiks ter-. Jadi, bentuknya sebagai berikut :
|
Kebaca
Ketipu
Ketabrak
Kebawa
Ketangkap
|
Sepadan dengan
|
Terbaca
Tertipu
Tertabrak
Terbawa
tertangkap
|
Makna gramatikal yang dimiliki antara lain :
-
tidak sengaja
-
dapat
di
-
kena
(dasar).
XIII.
Verba
berkonfiks ke-an
Perlu diketahui terlebih dahulu ada dua macam
konfiks ke-an, yaitu konfiks ke-an yang membentuk nomina. Verba berkonfiks
ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dala verba aktif, seperti
verba pasif di- dan verba pasif ter-. Makna gramatikal yang dimilikinya adalah
:
1.
terkena,
menderita atau mengalami
2.
agak
bersifat.
12. Reduplikasi
Reduplikasi
merupakan pengulangan, baik pengulangan seluruh kata dasar maupun pengulangan
sebagian kata dasar. Dalam bahasa Indonesia reduplikasi merupakan mekanisme
yang penting dalam pembentukan kata, di samping afiksasi, komposisi, dan
akronimisasi. Meskipun reduplikasi terutama adalah masalah morfologi, masalah
pembentukan kata, tetapi ada pula reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi,
masalah sintaksis, dan masalah semantis.
1. Reduplikasi
Fonologis
Reduplikasi
fonologis terjadi pada dasar yang bukan bukan akar atau terhadap bentuk yang
statusnya lebih tinggi dari akar. Reduplikasi fonologis ini tidak menghasilkan
makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal. Yang termasuk
reduplikasi fonologis adalah bentuk-bentuk seperti berikut ini :
·
dada, pipi, kuku, cincin. Bentuk-bentuk tersebut bukan berasal dari da,
pi, ku, dan cin. Jadi, bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata
yang bunyi kedua suku katanya sama.
·
foya-foya, tubi-tubi, anai-anai, ani-ani. Bentuk-bentuk ini memang jelas
termasuk bentuk pengulangan yang diulang secara utuh. Akan tetapi, bentuk
dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Saat ini, dalam bahasa
Indonesia tidak ada akar foya, tubi, anai, dan ani.
·
kupu-kupu, kura-kura, onde-onde, paru-paru. Bentuk-bentuk ini juga
merupakan pengulangan yang diulang secara utuh. Akan tetapi, hasil reduplikasinya
tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil reduplikasinya hanya menghasilkan
makna leksikal.
·
luntang-lantung, mondar-mandir, teka-teki, kocar-kacir. Bentuk-bentuk
ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar pengulangannya. Selain itu,
maknanya pun hanya makna leksikal, bukan makna gramatikal.
2. Reduplikasi
Sintaksis
Reduplikasi sintaksis
adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar,
tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah
kata. Contohnya adalah :
Jangan jangan kau dekati pemuda itu.
Suaminya benar
benar jantan.
Kata beliau, “tenang
tenang, jangan panik”.
3. Reduplikasi
Semantis
Reduplikasi semantis
adalah pengulangan “makna” yang sama dari dua buah kata yang bersinonim.
Misalnya, cerdik cendekia, alim ulama, dan ilmu pengetahuan.
Selain itu, bentuk-bentuk seperti segar bugar, kering mersik, muda belia,
tua renta, dan gelap gulita juga termasuk dalam reduplikasi
semantis. Akan tetapi, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata
bahasa dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi.
4. Reduplikasi
Morfologis
Reduplikasi
morfologis dapat terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk
berafiks, dan berupa bentuk komposisi. Prosesnya dapat berupa pengulangan utuh,
pengulangan sebagian, maupun pengulangan berubah bunyi.
a. Pengulangan Akar
§
Dwilingga (pengulangan utuh)
Pengulangan utuh
(dwilingga) adalah pengulangan bentuk dasar tanpa melakukan perubahan bentuk
fisik dari akar itu. Misalnya, meja-meja (bentuk dasar meja),
sungguh-sungguh (bentuk dasar sungguh), makan-makan (bentuk dasar makan),
dan tinggi-tinggi (bentuk dasar tinggi).
§
Dwipurwa (pengulangan sebagian)
Pengulangan sebagian
(dwipurwa) adalah pengulangan bentuk dasar yang hanya salah satu suku katanya
saja yang diulang, dalam hal ini suku awal kata, disertai dengan “pelemahan”
bunyi. Misalnya tetangga (bentuk dasar tangga), leluhur
(bentuk dasar luhur), lelaki (bentuk dasar laki), dan jejari
(bentuk dasar jari).
§
Dwilingga salin suara (pengulangan dengan perubahan bunyi)
Pengulangan dengan
perubahan bunyi (dwilingga salin suara) adalah pengulangan bentuk dasar tetapi
disertai dengan perubahan bunyi. Yang berubah bisa bunyi vokalnya bisa pula
bunyi konsonannya. Contohnya adalah bolak-balik, corat-coret, kelap-kelip,
sayur-mayur, lauk-pauk, ramah-tamah.
§
Dwiwasana
Dwiwasana adalah
pengulangan bagian belakang dari leksem. Contohnya adalah tertawa-tawa,
pertama-tama, sekali-sekali, berhari-hari.
§
Trilingga
Trilingga adalah
pengulangan kata dasar sebanyak tiga kali dengan variasi fonem. Contohnya
adalah cas-cis-cus, ngak-ngek-ngok, dag-dig-dug, dar-der-dor.
b. Pengulangan Dasar
Berafiks
Ada tiga macam proses
afiksasi dan reduplikasi.
§
Pertama, sebuah akar diberi afiks dahulu, kemudian direduplikasi. Misalnya,
pada akar lihat mula-mula diberi prefiks me- menjadi melihat,
kemudian baru diulang menjadi bentuk melihat-melihat.
§
Kedua, sebuah akar direduplikasi dahulu, baru kemudian diberi afiks. Misalnya,
akar jalan mula-mula diulang menjadi jalan-jalan, baru kemudian
diberi prefiks ber- menjadi berjalan-jalan.
§
Ketiga, sebuah akar diberi afiks dan diulang secara bersamaan. Misalnya, pada
akar minggu diberi prefiks ber- dan proses pengulangan sekaligus menjadi
bentuk berminggu-minggu.
Pada contoh di atas,
proses reduplikasi yang terjadi berlangsung ke arah sebelah kanan, atau sesuai
dengan arus ujaran, sehingga disebut reduplikasi progresif. Akan tetapi, ada
pula reduplikasi regresif, yaitu reduplikasi yang proses pengulangannya terjadi
ke arah sebelah kiri. Contohnya adalah tembak-menembak, pukul-memukul.
c. Reduplikasi
Morfemis
Harimurti
Kridalaksana menjabarkan menjadi
Reduplikasi pembentuk verba
Contohnya
adalah :
1.
Sebaiknya beres-beres dari sekarang.
2.
Habis sudah majalah ini digunting-gunting oleh adikmu.
3.
Kedua anak itu sedang berpukul-pukulan memperebutkan sebuah
coklat.
Reduplikasi pembentuk ajektiva
Contohnya adalah :
1.
Anak Pak Hasan cantik-cantik.
2.
Ia anak baik-baik.
3.
Keris ini pusaka turun-temurun keluarga kami.
Reduplikasi pembentuk nomina
Contohnya adalah :
1.
Penduduk desa itu bertanam sayur-mayur.
2.
Tetangga kami akan mengadakan pesta selamatan.
3.
Langit-langit rumah kami sedang diperbaiki.
Reduplikasi pembentuk pronomina
1.
Dia-dia saja yang menjadi ketua kelompok.
2.
Kami-kami ini biasanya makan di warung tegal.
3.
Mereka menyebut kita-kita ini orang bodoh.
Reduplikasi pembentuk adverbia
1.
Kerjakan tiga-tiga supaya cepat selesai.
2.
Dia meniti jembatan itu dengan perlahan-lahan.
3.
Ia berangkat ke kantor pagi-pagi sekali.
Reduplikasi pembentuk interogativa
1.
Apa-apaan kamu datang ke rumah saya malam-malam begini.
Reduplikasi pembentuk numeralia
1.
Berpuluh-puluh mahasiswa berkumpul di depan kantor rektor untuk
mengadakan aksi unjuk rasa.
13. Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem
dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk
sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang
baru. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, lalu lintas,
daya juang, dan rumah sakit.
Suatu
komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat
sintaksis. Kata majemuk haruslah tetap berstatus kata: kata majemuk harus
dibedakan dari idiom, sebab kata majemuk adalah konsep sintaksis, sedangkan
idiom adalah konsep semantik.
a.
Perbedaan Kata Majemuk, Frasa, dan Klausa
Kata
majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua buah morfem yang berhubungan secara
padu dan hasil penggabungan morfem-morfemnya menimbulkan makna baru. Gabungan
yang tidak padu dan tidak menimbulkan makna baru disebut kata atau frasa.
Klausa
terjadi jika gabungan kata menempati dua jabatan kalimat atau lebih (SP).
Contoh klausa : saya tidur. Kata “saya” sebagai subjek dan “tidur”
sebagai predikat. Kata majemuk adalah kontruksi morfologi sedangkan frasa dan
klausa adalah kontruksi sintaksis.
b.
Perbedaan Antara Kata Majemuk dengan Idiom
Kata
majemuk adalah kata yang terbentuk melalui penggabungan satu kata dengan kata
yang lain namun maknanya secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna
masing-masing kata yang tergabung.
Kata majemuk: A+B
menimbulkan makna AB
Contoh: terjun +
payung = melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam paying
Sedangkan idiom adalah perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari
perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing
kata yang tergabung.
Idiom: A+B
menimbulkan makna C
Contoh: naik + darah
= marah
Selain itu, dilihat dari panjang pendeknya bentuk. Biasanya verba majemuk
pendek dan umumnya terbatas pada dua kata. Sebaliknya, idiom bisa terdiri dari
dua kata atau lebih.
Contoh idiom: bertepuk
sebelah tangan, memancing di air keruh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar