Rabu, 11 Juni 2014

Morfologi



MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

1.     Hakikat Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk”. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata. Kalau dikatakan morfologi membicaran bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi , penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan.
2.     Morfologi dalam Linguistik
Di dalam hierarki linguistik, kajian morfologi berada di antara kajian fonologi dan sintaksis seperti tampak pada bagan pada berikut ini                                    
Wacana
Sintaksis
Morfologi
Fonologi
Sebagai kajian yang terletak di antara kajian fonologi dan sintaksis, maka kajian morfologi itu mempunyai kajian baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis. Keterkaitannya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat adanya proses morfologi. Lalu keterkaitan antara morfologi dengan sintaksis tampak dengan adanya kajian yang disebut dengan morfosintaksi (dari gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena adanya masalah morfologi yang perlu dibicarakan bersama dengan masalah sintaksis. Misalnya, satuan bahasa yang disebut kata , dalam kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksi merupakan satuan terkecil dalam pembentukan kaliat atau satuan sintaksis lainnya. Jadi, satuan bahasa yang disebut kata itu menjadi objek kajian morfologi dan kajian sintaksis. Dalam bagan berikut dapat dilihat kedudukan kata dalam keseluruhan objek kajian linguistik.

Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Fon
Keterangan singkat
Wacana adalah satuan bahasa terbesar dan tertinggi, yang berisi satu satuan ujaran yang lengkap dan utuh, dan dibangun oleh kalimat atau kalimat-kalimat yang dihubungkan secara kohesi dan koherensi (Kridalaksana, 1977).
Kalimat adalah satuan sintaksis yang dibangun oleh konsisten dasar (biasanya berupa klausa), dilengkapi dengan konjungsi, disertai dengan intonasi final (deklaratif, interogratif, imperatif, interjektif).
Klausa adalah satuan sintaksis yang berinti adanya sebuah predikat dan adanya fungsi lainnya. Maka sering dikatakan klausa adalah kontruksi yang bersifat predikatif.           Frase adalah satuan sintaksis berupa kelompok kata yang posisinya tidak melewati  batas fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, keterangan).
Kata dalam sintaksi adalah satuan terkecil yang biasa dan dapat menduduki salaah satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek atau keterangan), dalam morfologi merupakan satuan terbesar, dibentuk melalui salah satu proses morfologi.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil bermakna (secara inheren).          
Fonem adalah satuan bunyi terkecil (dalam kajian fonologi yang dapat membedakan makna kata).
Fon adalah satuan bunyi bahasa yang dilihat tanpa memperhatikan statusnya sebagai pembeda makna kata (dalam kajian fonetik).   
3.     Objek Kajian Morfologi
Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses morfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah (1)morfem(akar atau afiks) dan (2) kata . Lalu proses morfologi melibatkan komponen (1) dasar (bentuk dasar), (2) alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi akrominisasi, dan konversi). (3) Makna gramatikal.
Dalam proses morfologi, dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologi. Dasar ini dapat berupa bentuk polimorfemis(bentuk berimbuhan, bentuk ulang, atau bentuk gabungan).  Alat pembentukan kata dapat berupa afiks daalam proses afiksasi, dapat berupa pengulangan dalam proses reduplikasi, dan berupa penggabungan dalam proses komposisi.
Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses gramatika. Makna gramatika. Makna gramatikal ini biasa didikotomikan  dengan makna leksikal, yakni makna yang secara inteheren dimiliki oleh sebuah leksem. Makna gramatikal ini mempunyai hubungan dengan komponen makna leksikal setiap dasar (akar).

4.     Morfem                                                                                                                    Satuan bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu .
a. Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
- Bulan depan dia akan menikah.
- Sudah tiga bulan dia belum bayar SPP.
- Bulan November lamanya 30 hari.
b. Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adaah dua buah morfem yang berbeda.
- Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per tahun.
- Dia datang membawa seikat bunga.
c. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata ayah dan kata bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
- Ayah pergi ke Medan.
- Bapak baru pulang dari Medan.
d. Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis. Umpamanya, bentuk-bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut sebuah morfem yang sama.
-melihat
-membina
-mendengar

5.     Alomorf dan Morf   
Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam pertuturan adalah alomorf, yang tidak lain dari realisasi dari morfem itu. Jadi, sebagai realisasi dari morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ada. Umpamanya morfem (kuda) direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan morfem (-kan) direalisasikan dalam bentuk sufiks –kan seperti terdapat pada meluruskan dan membacakan.           
Pada umumnya sebuah orfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga morfem yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem (ber-) memiliki tiga bentuk alomorf, yaitu ber-, be-, dan bel-, seperti terdapat pada bagan berikut.                                                                                                             
Morfem
Alomorf
Contoh (pada kata)
Ber-
Ber-,
be-,
bel
Bertemu,
berternak,
belajar.


Malah morfem (me-) memiliki enam buah alomorf, seperti tampak pada bagan berikut.                                                                                                                           
Morfem
Alomorf
Contoh (pada kata)

Me-
Me-
Melihat, merawat

Mem-
Membaca, membawa

Men-
Menduga, mendengar

Meny-
Menyisir, menyusul

Meng-
Menggali, mengebor

Menge-
Mengecat, mengetik
                                                                                                                                                          Di samping istilah morfem dan alomorf ada pula istilah morf. Dalam kajian morfologi, morf berarti bentuk yang belum diketahui statusnysa, apakah sebagai morfem atau  sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya wujud fisik morf sama dengan wujud fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan “abstraksi” dari alomorf atau alomorf-alomorf yang ada.
    
6.     Jenis Morfem
Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan adanya beberapa morfem berdasarkan kriteria tertentu, seperti kriteria kebebasan, keutuhan, makna, dan sebagainya. Berikut akan dijelaskan tentang jenis-jenis morfem itu.           
A. Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Misalnya, morfem (pulang), (merah), dan (pergi). Morfem bebas ini tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Dalam hal ini, semua afiks  dalam bahasa Indonesia termasuk orfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat yang berupa morfem dasar, seperti (henti), (juang), (geletak). Untuk dapat digunakan ketiga morfem tersebut harus terlebih dahulu diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misalnya (juang) menjadi berjuang, pejuang, dan daya juang.
B. Berdasarkan keutuhan bentuknya dibedakan adanya morfem utuh dan morfem terbagi. Morfem utuh secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas maupun terikat, setra prefiks, infiks, dan sufiks termasuk morfem utuh. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya terbagi atau disisipi morfem lain. Karenanya semua konfiks (seperti pe-an, ke-an, dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
C. Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata, dibedakan morfem dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya, morfem (beli), (makan), dan (merah). Namun, perlu dicatat bentuk dasar yang termasuk kategori preposisi dan konjungsi tidak pernah mengalami proses afiksasi. Sedangkan , yang tidak dapat menjadi dasar, melainkan sebagai pembentuk disebut morfem afiks, seperti morfe (me), (-kan), dan (pe-an).               
D. Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya dibedakan adanya morfem segmental dan mofem suprasegmental atau nonsegmental. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyidan dapat disegmentasikan. Misalnya morfem (lihat), (ter-), (sikat), dan (lah). Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk dari nada, tekanan, durasi , dan intonasi.
E. Berdasarkan kehadirannya secara konkret dibedakan adanya morfem wujud dan morfem tanwujud. Yang dimaksud dengan morfem wujud adalah morfem yang secara nyata ada, tetapi yang tanwujud kehadirannya tidak nyata. Morfem tanwujud ini tidak ada dalam bahasa Indonesia tetapi ada dalam bahasa Inggris. 
F. Berdasarkan ciri semantik dibedakan adanya morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna leksikal. Sebuah morfem disebut morfem bermakna leksikal karena di dalam dirinya, secara inheren, telah memiliki makna. Semua morfem dasar bebas seperti makan, pulang, dan pergi termasuk morfem bermakna leksikal. Sebaliknya , morfem afiks seperti ber-, ke-, dan ter- termasuk morfem tak bermakna leksikal. Kalau morfem bermakna leksikal dapat langsung menjadi unsur dalam pertuturan, maka morfem tidak bermakna leksikal tidak dapat.
7.      Proses Morfologi
                 Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam bentuk komposisi), pemendekan (dalam bentuk akrominisas), dan penggabungan status (dalam proses konversi. Proses morfologi melibatkan komponen sebagai berikut.
a.      Bentuk Dasar
Bentuk dasar adalah bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu.Bentuk dasar itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan berjuang. Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar seperti akar rumah pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi, dan akar marah pada kata marah-marah. dapat juga berupa kata berimbuhan seperti menembak pada kata menembak-nembak. Dapat juga pada imbuhan gabung seperti rumah sakit pada kata rumah-rumah sakit, dan anak nakal pada kata anak-anak nakal. Dalam proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate padang, dan sate lontong.
b.     Pembentukan Kata
Komponen kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentukan kata. Sejauh ini alat pembentuk dalam proses morfologi adalah (a) afiks dalam bentuk afiksasi, (b) pengulangan dalam proses reduplikasi, (c) penggabungan dalam bentuk komposisi, (d) pemendekan atau penyingkatan dalam proses akronimisasi, dan (e) pengubahan status dalam proses konversi.
Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me- sehingga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif; pada dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intrasitif berjuang.
Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks.
c.      Hasil Proses Pembentukan
Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang berkaitan erat ; bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal adalah isi dari wujud fisik atau bentuk itu.
Wujud fisik dari hasil proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga kata berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses reduplikasi adalah kata ulang, atau disebut juga dengan bentuk ulang. wujud fisik dari hasil proses komposisi adalah kata gabung disebut juga gabungan kata, kelompok kata, atau kata majemuk.

d.     Makna Gramatikal
Dalam kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal. tiga yang pertama dilihat dari tahap penggunaan bahasa; sedangkan yang keempat dilihat sebagai kekhususan dalam penggunaan bahasa.
e.      Tahap pembentukan
Berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap, bertahap, dan melalui bentuk perantara.
·       Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfem dasar. Dalam proses afiksasi, misalnya, pengimbuhan prefiks me- pada bentuk dasar beli menjadi kata membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada bentuk dasar air menjadi berarir; dan pada pengimbuhan se- pada bentuk kelas menjadi kata sekelas.
·       Pembentukan bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata berulang, maupun kata gabung). Maksudnya, pembentukan bertahap ini terjadi pada dasar yang sudah merupakan hasil dari proses pembentukan sebelumnya. Misalnya kata berpakaian dibentuk dengan mengimbuhkan prefiks ber- pada dasar pakaian (yang terlebih dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar pakai).
·       Pembentukan kata yang prosesnya melalui bentuk perantara adalah seperi terjadi dalam proses pembentukan kata pengajar. secara kasat mata bentuk pengajar tampaknya dibentuk dari dasar berupa akar ajar yang diberi proses prefiksasi pe-. Namun, sebenarnya proses itu terjadi melalui bentuk kata mengajar sebab makna gramatikal pengajar adalah yang mengajar.
8.     Morfofonemik
Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya, dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar hari akan muncul bunyi [y], yang dalam ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan dituliskan.
Hari + an = [hariyan]
Contoh lain, dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab akan terjadi pergeseran letak bunyi [b] di belakang, membentuk suku kata baru.
ja.wab + an = [ja.wa.ban]
9.     Klasifikasi kata (1) kelas terbuka
·       Kriteria Klasifikasi
Secara tradisional, dikenal adanya kata-kata yang termasuk kelas verba, nomina, ajektifa, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, pronomina, artikula, dan interjeksi. Kalau disimak baik-baik dapat dilihat bahwa kelas nomina, verba, dan ajektifa berisi konsep-konsep budaya, yang merupakan makna leksikal dari kata-kata pada kelas itu. Adverbia membawa makna atau konsep yang mendampingi kelas-kelas nomina, verba, dan ajektifa. Kata-kata yang termasuk kelas numeralia membawa konsep-konsep hitungan, terutama untuk kelas nomina dan juga adverbia. Kelas-kelas preposisi membawa komsep perangkai antara verba dan nomina. sementara kelas konjungsi membawa konsep makna penghubung anatara satuan kelas kelas nomina, antara satuan verba, dan antara kelas ajektifa. Lalu kelas pronomina membawa konsep pengganti untuk anggota kelas nomina. kemudian kelas yang anggotanya tidak banyak, yaitu artikula, membawa konsep penentu dan pembentuk nomina. Sedangkan yang terakhir interjeksi membawa konsep “emosi” manusia.
Setidaknya kalau kita membicarakan kelas kata itu, pertama-tama harus dibedakan dulu antara kelas kata terbuka dan kelas tertutup. Kelas-kelas terbuka dan kelas tertutup. Kelas-kelas terbuka adalah kelas yang keanggotaannnya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa.
Yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata yang termasuk dalam kelas verba, nomina, dan adjektifa. Hal ini berbeda dengan kelas tertutup, yaitu yang termasuk pronomina, adverbia, preposisi, konjungsi, dan artikula. Secara lebih khusus ketiga kelas terbuka di atas akan dibicarakan pada subbab berikut.


a.      Nomina
Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia pendampingnya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
Pertama, tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing, meja, bulan, rumah, dan pensil adalah termasuk nomina karena tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak. Kedua, tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak (lebih, sangat, paling). Ketiga, tidak dapat didahului adverbia keharusan wajib. Keempat dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah, sebatang dan sebagainya.
b.     Verba
Ciri utama verba atau kata keja dilihat dari adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas verba. Pertama,  dapat didampingi oleh adverbia negasi tidak dan  tanpa. Contoh :
-        tidak datang
-        tidak pulang
-        tanpa makan
-        tanpa membaca
Kedua, dapat didmpingi oleh semua adverbia frekuensi seperti :
-        sering datang
-        jarang makan
-        kadang-kadang pulang
Ketiga, tidak dapat didampingi oleh kata bilangan dengan penggolongannya, Misalnya :
-        sebuah *membaca
-        dua butir *menulis
-        tiga butir *pulang
Namun dapat didampingi oleh semua adverbia jumlah. Seperti :
-        kurang membaca
-        sedikit menulis
Keempat, tidak dapat didampingi oleh adverbia derajat. Contohnya :
-        agak *pulang
-        cukup *datang
Kelima, dapat didampingi oleh semua adverbia kala (tenses). Contoh :
-        sudah makan
-        sedang mandi
Keenam, dapat didampingi oleh semua adverbia keselesaian. Contohnya :
-        belum mandi
-        baru datang
Ketujuh, dapat didampingi oleg adverbia keharusan. Contohnya :
-        boleh mandi
-        harus pulang
Kedelapan, dapat didampingi oleh semua anggota adverbia kepastian. Contohnya :
-        pasti datang
-        tentu pulang.

c.      Adjektifa
Ciri utama adjektifa atau kata keadaan dari adverbia yang mendampinginya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas adjektifa.
Pertama, tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang. Jadi, tidak mungkin ada.
-        *sering indah
-        *jarang tinggi
Kedua, tidak dapat didampingi oleh adverbia jumlah. Jadi tidak ada.
-        *banyak bagus
-        *sedikit baru
Ketiga, dapat didampingi oleh semua adverbia derajat. Contohnya :
-        agak tinggi
-        cukup mahal
Keempat, dapat didampingi oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Umpamanya :
-        pasti indah
-        tentu baik
Kelima, tidak dapat diberi adverbia kala (tenses) hendak dan mau. Jadi bentuk-bentuk tidak berterima.
-        *hendak indah
-        *mau tinggi

10.   Klasifikasi Kata (2) Kelas Tertutup
Kelas kata tertutup adalah kelas kata yang jumlah keanggotaannya terbatas dan tidak tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Yang termasuk kelas kata tertutup adalah kelas-kelas adverbia, kelas prepoisisi, kelas konjungsi, kelas artikula, dan kelas interjeksi.
a.      Adverbia
Dalam berbagai buku tata bahasa sekolah, adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya adalah menerangkan kata kerja, kata sifat, dan jenis kata yang lainnya ; berbeda dengan ajektifa (yang lazim disebut kata sifat) yang fungsinya menerangkan kata benda. Adverbia inilah yang dijadikan dasar kriteria untuk menentukan kata-kata berkelas nomina, verba, atau adjektifa. Adverbia pada umumnya berupa bentuk dasar. Sedikit sekali yang berupa kata bentukan. Yang berupa kata bentukan ini secara morfologi dapat dikenali dari bentuknya yang :
(1)  berprefiks se- seperti sejumlah, sebagian, seberapa, dan semoga
(2)  berprefiks se- dengan reduplikasi, seperti sekali-kali, semena-mena
(3)  berkonfiks se-nya, seperti sebaiknya, seharusnya, sesungguhnya, sebisanya
(4)  Berkonfiks se-nya disertai reduplikasi seperti selambat-lambatnya, secepat-cepatnya, dan sedapat-dapatnya.

b.     Pronomina
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya memang menggantikan nomina yang ada. Secara umum lazim dibedakan adanya empat macam pronomina, yaitu (1) pronomina persona atau kata ganti diri, (2) pronomina demontrativa atau kata ganti petunjuk, (3) pronomina introgativa atau kata ganti tanya, dan (4) pronomina tak tentu.
-        Kata Ganti Diri
Kata ganti diri adalah pronomina yang menggantikan nomina orang atau yang diorangkan, baik berupa nama diri atau bukan nama diri. Kata ganti diri ini biasanya dibedakan atas.
(1)  Kata ganti diri orang pertama tunggal yaitu saya dan aku ; orang pertama jamak yaitu kami dan kita.
(2)  kata ganti diri oranf kedua tunggal, yaitu kamu dan engkau; orang kedua jamak yaitu kalian dan kamu sekalian.
(3)  kata ganti diri orang ketiga tunggal yaitu ia, dia, dan nya ; orang ketiga jamak, yaitu mereka.

-        Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk atau pronomina demontratifa adalah kata ini dan itu yang digunakan untuk menggantikan nomina (frase nominal atau lainnya) sekaligus dengan penunjukan.
-        Kata ganti tanya
Kata ganti tanya atau pronomina interogatifa adalah kata yang digunakan untuk bertanya atau menanyakan sesuatu (nomina atau yang dianggap konstruksi nominal). Kata ganti tanya itu adalah apa, siapa, kenapa, mengapa, berapa, bagaimana, dan mana.
-        Pronomina tak tentu
Pronomina tak tentu atau kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang digunakan untuk mengganti nomina yang tidak tentu. Yang termasuk kata ganti tak tentu adalah seseorang, salah seorang, siapa saja, setiap orang, dan suatu.

11.  Afiksasi : Pembentukan Verba
            Afiksasi adalah salah satu proses dalam pembentukan kata turunan baik berkategori verba, berktegori nomina maupun yang berkategori ajektiva. Afiks-afiks pembentuk verba adalah :
a.      prefik ber-
b.     konfik dan klofiks ber-an
c.      klofik ber-kan
d.     sufiks –kan
e.      sufiks –i
f.      prefiks per-
g.     konfiks per-kan
h.     konfiks per-i
i.       prefik me-
j.       prefik di-
k.     prefiks ter-
l.       prefiks ke-
m.   konfiks ke-an

       I.          Verba berprefiks ber-
Bentuk dasar dalam pembentukan verba dengan prefiks ber- dapat berupa :
(1)  Morfem dasar terikat, seperti terdapat pada kata bertempur, berkelahi, berjuang, bertikai, dan berhenti. Bentuk dasarnya yang berupa morfem dasar yang terikat : tempur, kelahi, juang, tikai, dan henti.
(2)  Morfem dasar bebas, seperti terdapat pada kata berladang, berternak, bekerja, bernyanyi, dan bergaya. bentuk dasarnya yang berupa morfem dasar bebas : ladang, ternak, kerja, nyani, dan gaya.
(3)  Bentuk turunan berafiks, seperti terdapat pada kata berpakaian (bentuk dasarnya pakaian), beraturan (bentuk dasarnya aturan), dan berkekuatan (bentuk dasarnya kekuatan). jadi di sini prefiks ber- diimbuhkan pada dasar yang telebih dahulu sudah diberi afiks lain.
(4)  Bentuk turunan reduplikasi, seperti terdapat pada kata berlari-lari (bentuk dasarnya lari-lari) dan berkeluh-keluh (bentuk dasarnya keluh-keluh).
(5)  Bentuk turunan reduplikasi, seperti terdapat pada kata berjual beli (bentuk dasarnya jual beli).
Makna gramatikal verba berprefiks ber- yang dapat dicatat, antara lain yang menyatakan :
(1)  mempunyai (dasar) atau ada (dasar)nya.
(2)  memakai atau menggunakan (dasar)
(3)  mengendarai atau menumpang (naik) dasar.
(4)  berisi atau mengandung (dasar).
(5)  mengeluarkan atau menghasilkan (dasar)
(6)  mengusahakan tau mengerjakan (dasar)
(7)  melakukan (dasar)
(8)  mengalami atau berada dalam keadaan (dasar).
(9)  menyebut atau menyapa (dasar).
(10)         kumpulan atau kelompok (dasar).
(11)         memberi
     II.          Verba berkonfiks dan berklofik Ber-an
Verba berbentuk ber-an seperti pada kata bermunculan dan berpakaian memiliki dua macam proses pembentukan. pertama, yang berupa konfiks, artinya prefik ber- dan sufiks –an itu diimbuhkan secara bersamaan sekaligus pada sebuah bentuk dasar. Kedua yang berupa klofiks artinya prefiks ber- dan sufiks-an itu diimbuhkan secara bersaman pada sebuah dasar. Dalam hal ini dalam bentuk dasar mula-mula diimbuhkan sufik –an baru kemuadian diimbuhkan lagi prefiks ber-. kalau bentuk bermunculan di atas kita ambil sebagai contoh verba berkonfiks dan bentuk berpakaian sebagai contoh verba berklofiks. Makna gramatilal verba berkonfiks ber-an adalah :
(1). Banyak serta tidak teratur.
(2). Saling atau berbalasan.
(3). Saling berada di.

   III.          Verba Berkoflik Ber-kan
            Verba berkoflik ber-kan dibentuk dengan proses, mula-mula pada bentuk dasr diimbukan prefiks ber-, lalu diimbukan pula sufiks –kan. Misalnya, mula-mula pada dasar senjata diimbuhkan prefiks ber- menjadi bersenjata, lalu pada bersenjata diimbukan sufiks –kan sehingga menjadi bersenjatakan. perhatikan contoh berikut.
-        bersenjatakan bermakna menggunakan senjata akan (clurit)
-        berisikan bermakna mempunyai isi akan (air).
-        berdasarkan bermakna menggunakan dasar akan (Pancasila).
  IV.          Verba bersufiks -kan
Dalam prosesnya, sufiks –kan, bila diimbukan pada dasar yang memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+sasaran) akan membentuk verba bitransitif, yaitu verba yang berobjek dua. Bila diimbuhkan pada dasar yang lain, sufiks –kan akan membentuk pangkal (stem) yang menjadi dasar dalam pembentukan verba inflektif.
Verba bersufiks –kan digunakan dalam :
(1)  Kalimat imperatif, Contoh :
-        Lemparkan bola itu ke sini!
-        Tuliskan namamu di sini!
-        Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar!
(2)  Kalimat aktif yang predikatnya berpola : (aspek) + (pelaku) + verba, dan subjeknya menjadi sasaran tindakan. Contoh :
-        Rumah itu baru kami dirikan.
-        Jembatan itu akan mereka robohkan.
-        Tugas itu belum saya laksanakan.
(3)  Keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola : yang + (aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-        Uang yang baru kami terima sudah habis lagi.
-        Kami melewati daerah yang sudah mereka amankan.
Verba bersufiks –kan memiliki makna gramatikal :
(1)  jadikan
(2)  jadikan berada di
(3)  lakukan untuk orang lain
(4)  lakukan akan
(5)  bawa masuk ke.

    V.          Verba Bersufiks –i
Verba bersufiks –i adalah verba transitif, yang berlaku juga sebagai pangkal (stem) dalam pembentukan verba inflektif. Verba bersufiks –i digunakan dalam :
(1)  Kalimat imperatif. Contoh :
-        Tolong gulai teh ini!
-        Mari kita hampiri anak itu!
-        Lompati saja pagar itu!
(2)  Kalimat pasif yang predikatnya berpola : Aspek+pelaku+verba, dan subjeknya menjadi sasaran perbuatan. Contoh :
-        Kemarin beliau sudah kami hubungi.
-        Anak-anak yatim itu harus kita santuni.
-        Gurumu itu mesti kamu hormati dengan baik.
(3)  Keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola : yang+aspek+pelaku+verba. Contoh :
-        Desa yang akan kita kunjungi berad di balik bukit itu.
Verba bersufiks –i memiliki makna grmatikal :
1.     Berulang kali.
2.     tempat.
3.     merasa sesuatu pada.
4.     beri atau bubuh pada.
5.     sebabkan atau jadikan.
6.     lakukan pada.

  VI.          Verba Berprefiks per-
Verba berprefiks per- adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif. Verba berprefiks per- dapat digunakan dalam :
(1)  Kalimat imperatif, misalnya :
-        Persingkat bicaramu!
-        perpanjang dulu KTP-mu ini!
-        Perdalam ilmumu!
(2)  Kalimat pasif yang berpola : Aspek+pelaku+verba. Misalnya :
-        penjagaan akan kami perketat nanti malam.
-        syarat-syaratnya harus kami perlunak untuk mereka.
(3)  Keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola : yang+aspek+pelaku+verba. Misalnya :
-        saluran yang telah kami perdalam kini telah dangkal lagi.
-        gubernur akan meninjau bangunan yang baru kita perluas.
Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal :
(1)  jadikan lebih
(2)  anggap sebagai
(3)  bagi.
VII.          Verba Berkofiks per-kan
Verba berkofiks per-kan adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me-, berprefiks di- atau berprefiks ter-). Verba berkofiks per-kan digunakan dalam :
(1)  Kalimat imperatif, misalnya :
-        persiapkan dulu bahan-bahannya!
-        janagan perdebatkan lagi masalah itu!
(2)  Kalimat pasif yang predikatnya berpola : (aspek)+ pelaku + verba. Contoh:
-        anak itu akan kita pertemukan dengan orang tua angkatnya.
-        masalah itu akan kami pertanyakan lagi.
(3)  Keterangan tambahan pada subjek atau objel yang berpola : yang + (aspek) + pelaku. Contoh :
-        tarian yang sudah mereka pertunjukkan akan diulang lagi.
-        film yang mereka hendak persembahkan perlu disensor dulu.
Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal :
(1)  jadikan bahan (per-an)
(2)  lakukan supaya.
(3)  jadikan me-
(4)  jadikan ber-.

VIII.          Verba berkofiks per-i
Verba berkofik per-i adalah verba yang dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me- inflektif, di- inflektif atau ter- inflektif). Verba berkonfiks per-kan digunakan dalam :
(1)  Kalimat imperatif. Contoh :
-        perbaiki dulu sepeda ini!
-        jangan permalui dia di depan orang banyak.
(2)  Kalimat pasif yang predikatnya berpola : (aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-        mobil itu baru kita perbaiki.
-        tanah ini masih mereka persengketai.
(3)  Keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola : yang + (aspek) + pelaku + verba. Contoh :
-        rumah yang baru kami perbaiki terkena gempa.
-        kasiha sekali anak-anak mereka perdayai itu.
Verba per-i memiliki makna gramatikal :
(1)  Lakukan supaya jadi.
(2)  lakukan (dasar) pada objeknya.
  IX.          Verba Berprefiks me-
Prefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, men-, meny, meng, dan menge-. Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem r, l, w, y, m, ny, ng. Contohnya sebagai berikut :
Merakit
Melekat
Mewarisi
Meyakini
Memerah
Menanti
Menyanyi
Menganga

Merawat
Melongok
Mewasiatkan
Meyayasankan
Memulaskan
Menaiki
Menyala
Mengerikan


Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem b, p, f, dan v. Dengan catatan fonem b dan v tetap berwujud, sedangkan fonem p tidak dapat diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal dari prefiks itu. Contohnya sebagai berikut :
Membina
Memfitnah
Memveto
Memotong

Membawa
Memfrasekan
Memvitaminkan
Memutuskan

    X.          Verba berprefiks di-
Ada dua macam verba berprefiks di- inflektif dan verba berprefiks di- derivatif.
a.      Verba berprefiks di- inflektif adalah verba pasif. Tindakan dari verba berprefiks me- inflektif. Maka makna gramatikalnya adalah kebalikan dari bentuk aktif verba berprefiks me- inflektif.
b.     Verba Berprefiks di- deriatif sejauh data yang diperoleh hanya ada kata dimaksud, yang lain tidak ada.
  XI.          Verba berprefiks ter-
Ada dua macam verba berprefiks ter- yaitu verba berprefiks ter- inflektif dan verba berprefiks ter- deriatif.
a.      Verba berprefiks ter- inflektif
adalah verba pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif. Makna gramatikal verba berprefiks ter- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif, juga memiliki makna gramatikal :
-        dapat/ sanggup
-        tidak sengaja.
-        sudah terjadi.
b.     Verba berprefiks ter- derivatif
Verba berprefiks ter- derivatif memiliki makna gramatikal :
-        paling
-        dala keadaan
-        terjadi dengan tiba-tiba.
XII.          Verba berprefiks ke-
Verba berprefiks ke- digunakan dala bahasa ragam tidak baku. Fungsi dan makna gramatikalnya sepadan dengan verba berprefiks ter-. Jadi, bentuknya sebagai berikut :
Kebaca
Ketipu
Ketabrak
Kebawa
Ketangkap

Sepadan dengan
Terbaca
Tertipu
Tertabrak
Terbawa
tertangkap
Makna gramatikal yang dimiliki antara lain :
-        tidak sengaja
-        dapat di
-        kena (dasar).

XIII.          Verba berkonfiks ke-an
Perlu diketahui terlebih dahulu ada dua macam konfiks ke-an, yaitu konfiks ke-an yang membentuk nomina. Verba berkonfiks ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dala verba aktif, seperti verba pasif di- dan verba pasif ter-. Makna gramatikal yang dimilikinya adalah :
1.     terkena, menderita atau mengalami
2.     agak bersifat.

12.  Reduplikasi 
Reduplikasi merupakan pengulangan, baik pengulangan seluruh kata dasar maupun pengulangan sebagian kata dasar. Dalam bahasa Indonesia reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukan kata, di samping afiksasi, komposisi, dan akronimisasi. Meskipun reduplikasi terutama adalah masalah morfologi, masalah pembentukan kata, tetapi ada pula reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis, dan masalah semantis.
1. Reduplikasi Fonologis
Reduplikasi fonologis terjadi pada dasar yang bukan bukan akar atau terhadap bentuk yang statusnya lebih tinggi dari akar. Reduplikasi fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal. Yang termasuk reduplikasi fonologis adalah bentuk-bentuk seperti berikut ini :
·      dada, pipi, kuku, cincin. Bentuk-bentuk tersebut bukan berasal dari da, pi, ku, dan cin. Jadi, bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata yang bunyi kedua suku katanya sama.
·      foya-foya, tubi-tubi, anai-anai, ani-ani. Bentuk-bentuk ini memang jelas termasuk bentuk pengulangan yang diulang secara utuh. Akan tetapi, bentuk dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Saat ini, dalam bahasa Indonesia tidak ada akar foya, tubi, anai, dan ani.
·      kupu-kupu, kura-kura, onde-onde, paru-paru. Bentuk-bentuk ini juga merupakan pengulangan yang diulang secara utuh. Akan tetapi, hasil reduplikasinya tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil reduplikasinya hanya menghasilkan makna leksikal.
·      luntang-lantung, mondar-mandir, teka-teki, kocar-kacir. Bentuk-bentuk ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar pengulangannya. Selain itu, maknanya pun hanya makna leksikal, bukan makna gramatikal.
2. Reduplikasi Sintaksis
Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah kata. Contohnya adalah :
Jangan jangan kau dekati pemuda itu.
Suaminya benar benar jantan.
Kata beliau, “tenang tenang, jangan panik”.
3. Reduplikasi Semantis
Reduplikasi semantis adalah pengulangan “makna” yang sama dari dua buah kata yang bersinonim. Misalnya, cerdik cendekia, alim ulama, dan ilmu pengetahuan. Selain itu, bentuk-bentuk seperti segar bugar, kering mersik, muda belia, tua renta, dan gelap gulita juga termasuk dalam reduplikasi semantis. Akan tetapi, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi.
4. Reduplikasi Morfologis
Reduplikasi morfologis dapat terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk berafiks, dan berupa bentuk komposisi. Prosesnya dapat berupa pengulangan utuh, pengulangan sebagian, maupun pengulangan berubah bunyi.
a. Pengulangan Akar
§      Dwilingga (pengulangan utuh)
Pengulangan utuh (dwilingga) adalah pengulangan bentuk dasar tanpa melakukan perubahan bentuk fisik dari akar itu. Misalnya, meja-meja (bentuk dasar meja), sungguh-sungguh (bentuk dasar sungguh), makan-makan (bentuk dasar makan), dan tinggi-tinggi (bentuk dasar tinggi).
§      Dwipurwa (pengulangan sebagian)
Pengulangan sebagian (dwipurwa) adalah pengulangan bentuk dasar yang hanya salah satu suku katanya saja yang diulang, dalam hal ini suku awal kata, disertai dengan “pelemahan” bunyi. Misalnya tetangga (bentuk dasar tangga), leluhur (bentuk dasar luhur), lelaki (bentuk dasar laki), dan jejari (bentuk dasar jari).
§      Dwilingga salin suara (pengulangan dengan perubahan bunyi)
Pengulangan dengan perubahan bunyi (dwilingga salin suara) adalah pengulangan bentuk dasar tetapi disertai dengan perubahan bunyi. Yang berubah bisa bunyi vokalnya bisa pula bunyi konsonannya. Contohnya adalah bolak-balik, corat-coret, kelap-kelip, sayur-mayur, lauk-pauk, ramah-tamah.
§      Dwiwasana
Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contohnya adalah tertawa-tawa, pertama-tama, sekali-sekali, berhari-hari.
§      Trilingga
Trilingga adalah pengulangan kata dasar sebanyak tiga kali dengan variasi fonem. Contohnya adalah cas-cis-cus, ngak-ngek-ngok, dag-dig-dug, dar-der-dor.
b. Pengulangan Dasar Berafiks
Ada tiga macam proses afiksasi dan reduplikasi.
§        Pertama, sebuah akar diberi afiks dahulu, kemudian direduplikasi. Misalnya, pada akar lihat mula-mula diberi prefiks me- menjadi melihat, kemudian baru diulang menjadi bentuk melihat-melihat.
§        Kedua, sebuah akar direduplikasi dahulu, baru kemudian diberi afiks. Misalnya, akar jalan mula-mula diulang menjadi jalan-jalan, baru kemudian diberi prefiks ber- menjadi berjalan-jalan.
§        Ketiga, sebuah akar diberi afiks dan diulang secara bersamaan. Misalnya, pada akar minggu diberi prefiks ber- dan proses pengulangan sekaligus menjadi bentuk berminggu-minggu.
Pada contoh di atas, proses reduplikasi yang terjadi berlangsung ke arah sebelah kanan, atau sesuai dengan arus ujaran, sehingga disebut reduplikasi progresif. Akan tetapi, ada pula reduplikasi regresif, yaitu reduplikasi yang proses pengulangannya terjadi ke arah sebelah kiri. Contohnya adalah tembak-menembak, pukul-memukul.
c. Reduplikasi Morfemis
Harimurti Kridalaksana menjabarkan menjadi
    Reduplikasi pembentuk verba
Contohnya adalah :
1.    Sebaiknya beres-beres dari sekarang.
2.    Habis sudah majalah ini digunting-gunting oleh adikmu.
3.    Kedua anak itu sedang berpukul-pukulan  memperebutkan sebuah coklat.
     Reduplikasi pembentuk ajektiva
Contohnya adalah :
1.    Anak Pak Hasan cantik-cantik.
2.    Ia anak baik-baik.
3.    Keris ini pusaka turun-temurun keluarga kami.
      Reduplikasi pembentuk nomina
Contohnya adalah :
1.    Penduduk desa itu bertanam sayur-mayur.
2.    Tetangga kami akan mengadakan pesta selamatan.
3.    Langit-langit rumah kami sedang diperbaiki.
        Reduplikasi pembentuk pronomina
1.    Dia-dia saja yang menjadi ketua kelompok.
2.    Kami-kami ini biasanya makan di warung tegal.
3.    Mereka menyebut kita-kita ini orang bodoh.
      Reduplikasi pembentuk adverbia
1.    Kerjakan tiga-tiga supaya cepat selesai.
2.    Dia meniti jembatan itu dengan perlahan-lahan.
3.    Ia berangkat ke kantor pagi-pagi ­sekali.
        Reduplikasi pembentuk interogativa
1.    Apa-apaan kamu datang ke rumah saya malam-malam begini.
        Reduplikasi pembentuk numeralia
1.    Berpuluh-puluh mahasiswa berkumpul di depan kantor rektor untuk mengadakan aksi unjuk rasa.

13.   Komposisi
            Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.  Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
Suatu komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis. Kata majemuk haruslah tetap berstatus kata: kata majemuk harus dibedakan dari idiom, sebab kata majemuk adalah konsep sintaksis, sedangkan idiom adalah konsep semantik.
a.       Perbedaan Kata Majemuk, Frasa, dan Klausa
Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua buah morfem yang berhubungan secara padu dan hasil penggabungan morfem-morfemnya menimbulkan makna baru. Gabungan yang tidak padu dan tidak menimbulkan makna baru disebut kata atau frasa.
Klausa terjadi jika gabungan kata menempati dua jabatan kalimat atau lebih (SP). Contoh klausa : saya tidur. Kata “saya” sebagai subjek dan “tidur” sebagai predikat. Kata majemuk adalah kontruksi morfologi sedangkan frasa dan klausa adalah kontruksi sintaksis.
b.      Perbedaan Antara Kata Majemuk dengan Idiom
Kata majemuk adalah kata yang terbentuk melalui penggabungan satu kata dengan kata yang lain namun maknanya secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung.
Kata majemuk: A+B menimbulkan makna AB
Contoh: terjun + payung = melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam paying
            Sedangkan idiom adalah perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung.
Idiom: A+B menimbulkan makna C
Contoh: naik + darah = marah
            Selain itu, dilihat dari panjang pendeknya bentuk. Biasanya verba majemuk pendek dan umumnya terbatas pada dua kata. Sebaliknya, idiom bisa terdiri dari dua kata atau lebih.
Contoh idiom: bertepuk sebelah tangan, memancing di air keruh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar